BK


Mustianah, S.Psi

AYAH LUPA KAMU MASIH KECIL (Bacaan untuk AYAH)
oleh Haryadi Har


Dengar, Nak.. Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur..
Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu, diam-diam, berjingkat.
Ayah memandangmu...
meraba pipi dan rambut hitammu yang ikal dan lebat, melekat pada dahimu yang lembab.

Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah membaca koran di teras rumah, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa.
Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk ke pembaringanmu
Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak..

Mustianah, S.Psi
Ayah selama ini telah bersikap kasar kepadamu.
Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk.
Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu.
Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.
Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan, kau meludahkan makananmu.
Kau menelan terburu-buru makananmu.
Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu.

Atau ketika kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, "Selamat jalan, Ayah!" dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab, "Tegakkan bahumu!".
Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari ketika kau masih bermain..
Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandangmu lekat lekat...
Ada kotoran pada kausimu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu,
lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. "Kaus ini mahal maka berhati-hatilah biar ngk kotor!"
Bayangkan itu, Nak itu keluar dari pikiran seorang Ayah!

Apakah kau ingat, ketika Ayah sedang membaca di teras, bagaimana kau datang dengan perasaan takut dengan rasa terluka di dalam matamu?
Ketika Ayah membaca koran dan tidak suka karena gangguanmu, kau terlihat ragu-ragu di depan pintu.
"Kau mau apa?" semprotku..
Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher Ayah dan mencium ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya.
Dan kemudian kau pergi bergegas naik tangga.

Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan?
Kebiasaan dalam menemukan kesalahan dalam mencerca, ini Ayah anggap sebagai hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki.
Rina N, S.Psi
Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu.. Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda.
Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.
Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu.
Hati mungil kecilmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur.

Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut di sana, dengan rasa malu!
Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga.
Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati!
Ratih Puji H, S.Psi
Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita dan tertawa bila kau tertawa.
Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabarkeluar dari mulut Ayah.
Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia cuma seorang anak kecil, anak lelaki kecil!"
Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak.. meringkuk berbaring dan letih dalam tempat tidurmu,
Ayah lihat bahwa kau masih seorang anak kecil...
Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. Begitu mungil, begitu ringkih. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.
Maafkan ayah nak...
Sebenarnya kamu tetep yang terhebat... jagoanku..!!